Ramang-ramang, Gugusan Karst Terbesar Kedua di Dunia

SOROTMAKASSAR -- Maros. Tak disangka jika salah satu destinasi wisata di tanah air yang memiliki pesona sangat luar biasa di mata wisatawan dalam negeri maupun manca negara ternyata ada di belahan bumi Sulawesi Selatan, yakni Kawasan Wisata Ramang-ramang. Setiap harinya, obyek wisata yang berlokasi di Dusun Ramang-ramang, Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros ini, selalu ramai dikunjungi wisatawan dari seluruh pelosok nusantara hingga penjuru dunia. Apakah gerangan yang membuat kegilaan publik untuk datang ke tempat wisata yang baru populer beberapa tahun terakhir ini ?

Untuk menjawab pertanyaan itu, SorotMakassar beberapa waktu lalu melakukan perjalanan menelusuri kawasan wisata ini. Dan apa yang disaksikan disana, benar-benar suatu pemandangan wisata alam berupa gugusan bukit kapur (karst) yang sangat eksotik dan mengagumkan. Berdasarkan data yang ada, destinasi wisata semacam ini hanya ada di 3 tempat di dunia, yakni di Indonesia, Cina dan Vietnam. Bahkan gugusan karst Ramang-ramang tercatat sebagai pegunungan kapur terluas kedua di dunia setelah pertama pegunungan karst Guilin di Cina, kemudian ketiga Halong Bay di Vietnam.

Di Ramang-ramang terdapat gugusan karst dan sejumlah taman batu yang eksotik indah. Masing-masing taman batu yang terhampar disana memiliki karakteristik dan ciri khas yang berbeda-beda. Dengan ratusan dan mungkin ribuan bebatuan kapur berwarna hitam serta abu-abu berbagai bentuk dan ukuran, menjadikan kawasan itu ibarat sebuah kompleks tempat berkumpulnya bebatuan. Karenanya tidak salah jika para wisatawan domestik dan turis asing yang pernah kesana, mengakui taman batu di daerah berjulukan Butta Salewangang ini sebagai salah satu yang terindah di dunia.

Berkunjung ke Ramang-ramang, wisatawan yang datang dengan mobil atau motor, setibanya di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros harus berhenti di gerbang masuk pabrik Semen Bosowa. Sekitar 2 km dari gerbang ada kantor PLN di kiri jalan, dan disinilah tempat memulai perjalanan bagi mereka yang berniat menjelajahi gugusan karst dan taman batu melalui jalur darat. Sedangkan yang ingin menikmati petualangannya lewat jalur sungai, setelah melewati kantor PLN berhentilah tepat di jembatan besar Ramang-ramang, ada dermaga kecil untuk menyewa perahu motor.

Apabila menempuh jalur darat, wisatawan dapat menyaksikan bukit karst yang menyerupai menara dan biasa disebut hutan batu. Sekeliling hutan batu ini adalah areal persawahan tadah hujan dengan banyak pematang di sela-selanya. Keindahan panorama alam saat melalui jalan pematang tersebut tak kalah menariknya. Sepanjang perjalanan, selain hamparan sawah hijau, juga ditemui gugusan batu-batu hitam di belakangnya yang dinamakan taman batu. Berdiri di antara serakan batu berwana hitam dengan tinggi bervariasi, benar-benar seakan berada di Halong Bay, Vietnam.

Melalui jalur darat hanya bisa ditempuh sampai kawasan taman batu saja. Setelah itu harus melanjutkan perjalanan menggunakan perahu motor dari dermaga yang tak jauh dari lokasi taman batu. Baik di dermaga ini maupun pada dermaga di bawah jembatan besar Ramang-ramang, setiap harinya terparkir ratusan perahu motor jenis jolloro’ yang disewakan. Tarif sewanya tidak mahal, berkisar Rp.200.000,- sampai Rp.350.000,- tergantung besar kecilnya perahu motor. Biaya sewa itu untuk perjalanan pergi-pulang menyusuri Sungai Pute ke Kampung Berua, sudah sekalian mampir di Telaga Bidadari.

Menyusuri Sungai Pute dengan menumpang perahu motor merupakan pilihan paling dominan kalangan wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata ini. Sepanjang perjalanan kita pasti puas menyaksikan gugusan karst yang menjulang tinggi hingga membentuk terowongan diantara aliran sungai yang mengelilinginya. Singkapan batu kapur tampak tersebar di sepanjang alur sungai dan menyembul penuh keangkuhan dari dasar sungai. Batuan yang berabrasi oleh air itu membuat bentuknya menjadi unik, bak pahatan ukiran-ukiran alam diatas sungai dan memberikan pemandangan sangat eksotis.

Suguhan pemandangan gugusan karst yang indah dan jejeran pohon bakau serta nipa yang tumbuh disisi kiri kanan sungai menambah daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Juga saat melewati terowongan bukit kapur maupun rimbunan pohon besar di sepanjang alur sungai, kerap terlihat pula hewan endemik asli daerah tersebut seperti burung, kera atau monyet hitam tak berekor, ayam hutan, bebek hutan dan bahkan ular akan menyambut kedatangan para tamu. Pengunjung pun akan merasakan suasana sedikit menegangkan, seakan sedang bertualang memasuki tempat-tempat seperti di film-film Jurrasic Park.

Goa Prasejarah
Dalam perjalanan menuju Kampung Berua, wisatawan akan menyinggahi 1 spot wisata yang sangat menarik, yakni Telaga Bidadari. Untuk sampai kesana, karena letaknya berada di tengah bebatuan besar di antara pegunungan karst, pengunjung harus melakukan trekking sekitar 10-15 menit lamanya. Berjalan kaki melewati jalan setapak dan memanjat tebing hingga tiba di sebuah lubang besar yang menjadi tempat berkumpulnya air pegunungan. Dikelilingi bebatuan karst, berendam di telaga ini sangat mengasyikkan. Meski tak terlalu luas, airnya berwarna biru dan begitu menyegarkan tubuh.

Air di Telaga Bidadari merupakan sumber air tawar yang menjadi kebutuhan sehari-hari bagi warga yang bermukim di sekitar Ramang-ramang. Menurut cerita rakyat setempat, konon telaga itu dulunya menjadi tempat mandi para bidadari yang turun dari langit. Atas dasar inilah sehingga telaga tersebut diberi nama Telaga Bidadari, dan hingga kini setiap harinya ramai dikunjungi warga yang datang mengambil air untuk kebutuhan air minum dan memasak. Bahkan juga wisatawan kerap mampir berendam menikmati kesegaran air pegunungan yang berkumpul di telaga ini.

Setelah puas bersantai di Telaga Bidadari, wisatawan kembali melanjutkan perjalanan dengan perahu motor menyusuri sungai menuju Kampung Berua yang terletak paling ujung wilayah Dusun Ramang-ramang. Begitu tiba di kampung yang hanya terdapat sekitar 14 buah rumah milik penduduk setempat, pengunjung lagi-lagi dibuat takjub melihat pemandangan hamparan sawah hijau yang luas dan dikelilingi bukit-bukit karst yang sangat indah. Ada bukit-bukit karst dengan tinggi sekitar 7 meter dan diatasnya tersedia beberapa pondok sederhana tanpa dinding untuk tempat beristirahat.

Kampung Berua merupakan tujuan akhir dari perjalanan wisata ke Kawasan Wisata Ramang-ramang. Kampung ini dikelilingi pegunungan karst yang menjulang angkuh. Di masa kolonialisme, saat terdesak oleh kejaran tentara Belanda, para pejuang kemerdekaan Indonesia dari Maros dan Pangkep kerap lari masuk ke dalam goa-goa di pegunungan karst untuk bersembunyi. Setelah kemerdekaan diproklamasikan, barulah mereka keluar dari tempat persembunyiannya dan kemudian mendirikan rumah-rumah tempat tinggal bersama keluarganya di Kampung Berua.

Mengunjungi kawasan wisata seluas kurang lebih 43.700 hektar ini, wisatawan tidak hanya dapat menikmati pesona keindahan pegunungan karst saja, tapi bisa pula melihat langsung sejumlah obyek wisata goa prasejarah. Disana tercatat ada ratusan goa, namun hanya beberapa diantaranya yang memiliki peninggalan purbakala, seperti Goa Bulu Karama’ atau Goa Telapak Tangan, Goa Bulu Tianang dan Goa Bulu Passaung. Selain itu, ada pula sejumlah goa yang mempunya daya tarik tersendiri, yakni Goa Batu Kingkong, Goa Berlian, Goa Kunang-kunang dan Goa Kelelawar.

Goa Bulu Karama’ atau Leang Akkarasaka yang populer dengan sebutan Goa Telapak Tangan, pada dinding goa terdapat peninggalan arkeologis berupa lukisan purba bergambar telapak tangan, kemudian gambar ubur-ubur warna hitam, babi warna hitam, dan ikan warna hitam. Selain gambar-gambar itu, ada juga temuan peninggalan purbakala lainnya seperti alat batu dan moluska (sampah dapur). Menariknya lagi, jika masuk ke dalam goa, pengunjung akan menemukan sebuah telaga kecil dan banyak terlihat berkeliaran sejumlah satwa endemik goa tersebut.

Goa Bulu Tianang atau Bulu Baraka memiliki lantai yang bertingkat. Panjang goa ini sekitar 16 meter dan lebar 32,5 meter. Pada dinding goa tampak tersebar beberapa lukisan menarik yang mempunyai nilai sejarah kehidupan manusia di masa silam. Ada 1 lukisan tangan manusia dan sejumlah gambar yang menyerupai ikan serta lukisan figuratif berwarna merah yang menggambarkan 3 kelompok barisan manusia berjejer sambil bergandengan tangan.

Goa Bulu Passaung atau Leang Passaung, secara harfiah berarti goa tempat menyabung ayam. Konon di tahun-tahun silam, penduduk setempat menjadikan goa ini sebagai arena sabung ayam. Bahkan goa ini disebut-sebut pernah dihuni oleh masyarakat prasejarah. Hal itu dibuktikan dengan penemuan moluska berupa cangkang kerang dan keong yang diduga sebagai sisa-sisa makanan penghuni goa. Moluska yang ditemukan tersebar di lereng ceruk, dan di dinding ceruk tampak coretan purbakala yang mirip tangan kecil berwarna merah dari bahan oker (pelapukan besi hematit).

Goa Batu Kingkong, Goa Berlian, Goa Kunang-kunang dan Goa Kelelawar tercatat paling banyak dikunjungi wisatawan. Sebab di Goa Batu Kingkong, pengunjung tidak akan melewatkan kesempatan untuk berselfi di depan goa yang terdapat batu besar yang merupakan pahatan alam dengan bentuk menyerupai wajah seekor kingkong. Sedangkan di dalam Goa Berlian, di tengah kegelapan akan terlihat kilauan stalakmit dan stalaktif ketika terkena cahaya matahari. Kemudian di Goa Kunang-kunang, meski suasana gelap di bagian dalamnya, wisatawan bakal menyaksikan kerlap kerlip cahaya kunang-kunang.

Sementara di Goa Kelelawar, sangat banyak kelelawar bersarang di dalamnya. Untuk sampai ke dalam goa ini, pengunjung harus memanjat tebing yang sangat tinggi dan terjal serta menaiki tangga kayu yang dibuat penduduk setempat. Banyak wisatawan hanya menyaksikan pemandangan goa itu dari pondok-pondok peristirahatan di atas bukit karst di Kampung Berua. Pada sore hari menjelang maghrib, kita bisa melihat ribuan kelelawar keluar dari mulut goa dan juga segerombolan burung elang yang bersiap mengambil kesempatan memburu serta menyergap kelelawar yang terpisah dari rombongannya.

Kafe di Atas Awan
Setelah berjam-jam menjelajahi kawasan wisata ini, mereka yang hendak beristirahat karena kelelahan atau sudah kelaparan, bisa mengunjungi beberapa kafe yang ada disana, seperti Kafe Batu, Kafe dan Resort Eco Lodge and Coffe, dan Kafe Puncak Ramang-ramang. Untuk Kafe Batu letaknya berada di atas sebuah batu berukuran lumayan besar dan berlokasi di pinggir jalan dalam kawasan wisata itu. Kemudian Kafe dan Resort Eco Lodge and Coffe letaknya paling jauh ke bagian dalam Kampung Berua dan lokasinya di tepi sungai yang dilalui jika menyusuri Sungai Pute. Hendak ke lokasi kafe dan resort yang menyediakan kamar-kamar penginapan, tidak perlu lewat jalur sungai tapi cukup berjalan kaki.

Kafe paling ramai dikunjungi wisatawan adalah Kafe Puncak Ramang-ramang. Kafe yang dijuluki kafe di atas awan ini berada di puncak bukit kapur yang sangat terjal dengan ketinggian sekitar 250 meter diatas permukaan air. Jika ingin kesana, kita harus naik ke atas bukit melewati ratusan anak tangga batu. Memang cukup melelahkan, namun saat tiba di kafe ini, selain menikmati udara segar pegunungan dan mencicipi aneka makanan-minuman yang tersaji, pengunjung kembali disuguhkan panorama pemandangan spektakuler dari gugusan bukit karst yang tersebar di kawasan itu.

Kawasan Wisata Ramang-ramang tidak hanya menyajikan keindahan pegunungan karst dan goa prasejarah, tapi juga pemandangan matahari terbit (sunrise) yang kerap menjadi incaran para turis mancanegara. Nah bagi kalangan penikmat sunrise, agar tak terlewatkan momen untuk menikmati suasana matahari terbit di tempat ini, sebaiknya datang agak pagi atau subuh hari. Memasuki area wisata di kawasan itu, pengunjung akan dipungut retribusi masuk lokasi obyek wisata yang resmi diterbitkan Dinas Pariwisata Pemkab Maros.

Ramang-ramang yang menjadi nama kawasan wisata kebanggaan dan andalan daerah ini, sesungguhnya berasal dari bahasa daerah Makassar, yakni Ramang yang berarti Awan atau Kabut. Sehingga disimpulkan arti Ramang-ramang adalah sekumpulan awan atau kabut. Menurut cerita masyarakat setempat, daerah itu diberi nama Ramang-ramang karena hampir setiap hari selalu turun awan atau kabut tebal terutama pada pagi hari atau saat musim hujan. Ayo berkunjung ke Ramang-ramang, sebuah surga wisata tersembunyi di belahan Sulawesi Selatan yang memiliki obyek wisata tak pernah tersentuh modernisasi. (jw)