Konfercab PWI Sulsel, Pemilihan Ketua Rasa Pilkada

Oleh : M. Dahlan Abubakar (Tokoh Pers versi Dewan Pers, KTA Biasa seumur hidup, Wartawan Utama No.183-WU/DP/XI/2011)

SAYA menulis ini sebagai bentuk kecintaan saya pada PWI, organisasi tempat saya sudah menjadi anggotanya selama 38 tahun. Jika bukan karena tanggung jawab moral dan historis, untuk apa menyoal masalah seperti ini. Saya menikmati hidup sebagai seorang wartawan (reborn) setelah purnabakti sebagai pegawai negeri sipil 2017 dengan menulis beragam buku, tulisan, dan berita untuk beberapa media cetak dan daring yang selalu mengusik saya.

Meskipun menjadi orang yang tidak disukai di PWI Sulsel, namun kecintaan saya tidak pernah luntur. Ketika Zulkifli Gani Ottoh memimpin PWI, tepat ketika melangkah ke periode kedua saya melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan orang lain terhadap organisasi ini, yakni menulis kisah 99 wartawan Sulawesi Selatan menjadi sebuah buku dan menjadi salah satu buku yang diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada peringatan Hari Pers Nasional di Kupang NTT 9 Februari 2011.

Pak Margiono Ketua PWI Pusat yang menerima penyerahan buku setebal 620 halaman itu bersama Atal S. Depari Ketua Bidang Organisasi dan Daerah PWI Pusat meminta buku tersebut dikirim ke Jakarta. Sebanyak 200 eksemplar buku yang seluruhnya sudah tiba di Makassar, dikapalkan lagi ke Jakarta. Jika bukan demi kecintaan terhadap PWI untuk bercapek-capek menulis buku tentang teman-teman itu yang untuk memperoleh informasi lengkapnya lebih banyak “terpaksa” harus saya wawancarai.

Dan, saya ingin sampaikan bahwa apapun yang dihasilkan “Organizing Committee” (OC) atau “Steering Committee” (SC) sebagai perpanjangan tangan PWI Sulsel dalam Konfercab ini, tidak serta merta dapat langsung diberlakukan pada Konfrecab sebelum mendapat persetujuan anggota. Semua produk tersebut harus mendapat persetujuan para anggota yang memiliki hak (memilih/dipilih) dalam forum tertinggi, Konfercab. Dalam praktik berorganisasi mana pun, ini yang berlaku.

Pengalaman 22 tahun tanpa henti aktif di KONI Sulawesi Selatan membuktikan, entah sudah banyak-banyak produk SC dan OZ seperti ini dan harus melalui pembahasan dalam rapat anggota sebelum diberlakukan. Jika OC dan SC mau menerapkan langsung bersedia-lah dicap sebagai – maaf -- “otoriter”.

Setelah tidak menemukan orang di Sekretariat PWI Cabang Sulsel yang bertugas menyerahkan formulir bakal calon Ketua PWI Sulsel, Jumat (22/01/2021) siang, saya melanjutkan perjalanan ke KONI Sulawesi Selatan, organisasi tempat saya “berkarier” selama 22 tahun tanpa henti.

Sebelum meninggalkan halaman selatan Gedung PWI saya mengirim pesan melalui Whatsapp (WA) kepada Ira, yang nomor WA-nya saya peroleh dari salah seorang teman sebelumnya. Bunyinya seperti ini : ”Ira, tadi saya ke PWI mau ambil form bakal calon Ketua PWI, tetapi tidak ada orang. Tks. Saya Kompetensi WU KTA seumur hidup Majalah Profles. MDA".

Pukul 15.26 saya mengirim pesan tersebut. Berselang 6 menit kemudian, Ira mengirimi saya melalui WA, tujuh file terdiri atas “Form A Anggota Biasa, Form B Surat keterangan pernah menjadi pengurus PWI Provinsi Sulawesi Selatan, Form C Fotocopy Sertifikat wartawan utama, Form D Biodata Calon, Form G jumlah dukungan, Form BA-1 Bukti Tanda Terima Dokumen... dan Formulir Pendaftaran tanpa kode form”.

“Saya lagi rapat panitia, Pak,” tulis Ira menyertai tujuh file yang dikirimnya.

Lembaran I Form BA-1 berisi Bukti Tanda Terima Dokumen Format Kelengkapan Persyaratan Bakal Calon Ketua PWI Sulsel periode 2021-2026. Di lembaran ini berisi catatan (a) Diri sendiri sebagai Bakal Calon Ketua PWI Provinsi Sulsel periode 2021-2026 (point a dicoret jika sifatnya utusan), (b) Mewakili Bakal Calon Ketua PWI Provinsi Sulsel periode 2021-2026 (ditulis nama bakal calon yang diwakili; wajib memberikan surat mandat pengambilan dokumen jika sifatnya utusan/diwakili). Rincian blanko/format yang menyertai lembaran ini memuat semua kelengkapan bakal calon ketua PWI Sulsel yang enam butir itu. Pada “Check list” tertulis “Ada” dan “Tidak Ada”. Di bawah tertulis tanggal, yang menerima, dan yang menyerahkan.

Lembaran II yang tidak berkode “form” merupakan formulir pendaftaran Bakal Calon Ketua PWI Sulsel periode 2021-2026. Formulir ini berisi Nama, Alamat, No.KTA, Media, dan Masa berlaku keanggotaan. Di lembaran ini disertai kata “menyatakan bahwa” : (1) Bersedia maju sebagai Bakal Calon Ketua Perserikatan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sulawesi Selatan periode 2021-2026 dalam Konferensi PWI Provinsi Sulawesi Selatan.

Kemudian, (2) Bersedia taat dan patuh pada Peraturan Dasar (PD) dan Peraturan Rumah Tangga (PRT) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang berlaku. Lalu, (3) Bersedia taat dan patuh pada Peraturan Tata Tertib Konferensi PWI Provinsi Sulsel 2021. Di bawah lembaran ini tertulis “yang membuat pernyataan” bermeterai 6000, nama lengkap.

Lembaran III kode Form A “Surat Keterangan Status Keanggotaan” menjelaskan tentang Nama, Tempat/Tanggal Lahir, Pekerjaan, Alamat, No.KTA. Media, dan Masa Berlaku Keanggotaan. Lembaran ini berisi keterangan bakal calon yang menyatakan benar terdaftar dan aktif sebagai anggota biasa PWI Sulsel selama tiga tahun, Sebagai bukti dokumen bersama ini terlampir fotocopy Kartu Tanda Anggota Biasa (KTA.B) yang dimiliki. Ditandatangani bakal calon.

Lembaran V, surat keterangan pernah menjadi Pengurus PWI Provinsi Sulawesi Selatan, yang isinya sama dengan “tuntutan” lembaran III. Tidak ada kolom yang harus diisi oleh bakal calon “menjadi Pengurus PWI Sulsel periode kapan ? Hanya di bawah form yang diisi menyatakan benar pernah diangkat dan aktif sebagai Pengurus PWI Provinsi Sulsel dibuktikan dengan fotocopy surat pengangkatan (SK) sebagai terlampir dalam surat ini.

Saya berpikir, jika mengajukan diri jadi calon, masih adakah SK pengangkatan saya sebagai Sekretaris PWI periode 1988-1992 itu ? Saat sekarang ini angkatan saya sudah banyak yang berpulang ? Sementara dalam berbagai forum teman-teman wartawan tahu kalau saya pernah menjabat Sekretaris PWI bersama ketuanya waktu itu mendiang Rahman Arge. Pak Murtadji, Pak Verdy R.Baso, dan beberapa wartawan “old crack” menjadi saksi bahwa saya menjadi kader muda yang menjabat Sekretaris PWI Sulsel periode itu. Mengapa pada pemilihan yang lalu syarat ini tidak diajukan ? Ini pertanyaan besar.

Lembaran VI Form C, berisi kertas kosong yang nantinya akan diisi oleh bakal calon dengan fotocopy Sertifikat Wartawan Utama. Pada pemilihan yang lalu setiap bakal calon hanya diminta fisik Kartu Wartawan Utama, sementara sertifikatnya tidak diperlukan karena logikanya, jika ada kartunya jelas sertifikatnya ada. Kecuali, sertifikatnya hilang.

Lembaran VI Form D. Ini yang menarik dan penuh dengan tanda tanya. Curriculum Vitae. Form yang harus diisi dan dibuat oleh Organizing Committee (OC) menjebak diri sendiri, bahkan dapat dikatakan “bunuh diri”. Kolom yang harus diisi oleh bakal calon itu sama saja dengan tuntutan terhadap biodata yang dilakukan terhadap seseorang yang hendak menjadi ketua organisasi nonprofesi. Mengapa tidak ada kolom pengalaman jurnalistik yang menjadi pembeda yang harus dituntut pada seorang calon ketua PWI. Pengalaman jurnalistik mencerminkan dan merepresentasikan seseorang layak dan pantas-tidaknya memimpin organisasi wartawan. Kalau seperti ini, apa bedanya biodata untuk pemilihan organisasi nonprofesi dengan organisasi profesi seperti PWI.

Ini perlu mendapat perhatian, supaya organisasi wartawan ini – maaf -- dipimpin oleh mereka yang betul-betul wartawan dan memiliki pengalaman yang mumpuni sebagai wartawan. Kolom “pendidikan formal” dan “pendidikan nonformal” serta "Organisasi/Karier” itu data standar saja, yang sebenarnya tidak menarik bagi seorang bakal calon ketua PWI.

Lembaran VII Form G. Penyerahan jumlah dukungan Pencalonan.Tuntutan kepada bakal calon ketua PWI Sulsel periode 2021-2026 ini sangat...sangat aneh. Pada bab dan pasal berapa PD dan PRT PWI yang mengharuskan seorang bakal calon menyerahkan jumlah dukungan dari pemegang Kartu Anggota Biasa PWI (KTA.B) sebagai pemegang hak suara/hak pilih dalam konferensi PWI Sulsel 2021 dengan perincian sebagai berikut : Jumlah pernyataan Dukungan Pemegang KTA.B sebanyak ....orang, Terbilang....

Lembaran ini betul-betul gila. Di mana letak pemilihan yang jujur (maaf istilah ini hanya “gombal” saja jika ada dalam pemilihan Ketua PWI Sulsel dalam dua kali terakhir) dan rahasia ? Apalagi saya membaca ada pesan yang berbunyi di media sosial disampaikan oleh seorang wartawan yang berbunyi : Disampaikan kepada seluruh anggota PWI agar tidak mengisi daftar isian siapa yang diberi mandat. Nanti koordinasi dulu sama Panpel. Yang penting mendaftar dulu sebagai calon peserta Konferda PWI Sulsel. Secara demokratis semua anggota biasa punya hak untuk memilih dan dipilih menjadi ketua PWI Sulsel. Semua mandat akan diserahkan kepada Ketua PWI Sulsel Agussalim Alwi Hamu sebagai syarat terdaftar sebagai calon peserta Konfrerda PWI Sulsel. Perlu diketahui, setelah terdaftar sebagai calon peserta Konferda PWI Sulsel akan ada pertemuan khusus dengan Panpel dan Ketua PWI Sulsel.

Pemilihan Ketua PWI Sulsel dalam Konfercab yang diwarnai pandemi Covid-19 sejatinya tidak berbelit-belit seperti ini. Saya melihat – merujuk yang sering dikemukakan Pak Jusuf Kalla – mempersulit yang mudah, kalau bisa dipermudah mengapa harus dipersulit. Sejatinya dengan kondisi Covid-19 penyelenggaraan Konfercab harus lebih fragmati dan praktis, terutama berkaitan dengan masalah bakal calon. Saya kira, syarat utamanya adalah bahwa setiap bakal calon ketua harus sudah menyandang KTA.B (Biasa) dan Wartawan Utama. Ini syarat yang tidak dapat ditawar-tawar.

Pada pemilihan tahun 2015, ketika saya yang didorong oleh beberapa orang teman – beberapa di antaranya kemudian berhianat dan membelot – Pak Sasongko dari PWI Pusat yang hadir di Konfercab itu hanya meminta diperlihatkan Kartu Wartawan Utama saja. KTA.B tidak diminta karena saya tahu calon lain tidak memilikinya. Inilah aroma “politis” ikut bermain di dalam pemilihan ketua organisasi profesi yang kita cintai ini. Ya,seperti ungkapan yang berbunyi, “sesuatu yang dimulai dengan kecurangan, jelas tidak akan beberkah”. Ini kemudian terbukti, seorang pengurus pleno PWI Sulsel dipecat seumur hidup dan seorang lainnya diberi peringatan keras. Ini merupakan sanksi yang belum pernah dialami oleh personel pengurus dalam sejarah kehadiran PWI Sulawesi Selatan sebelumnya.

Saya selalu berkomunikasi dengan Bang Atal S.Depari, Ketua PWI Pusat mengenai masalah ini. Juga dengan Bang Ilham Bintang. Mengomentari adanya pengumpulan surat pernyataan jumlah dukungan tersebut, Bang Ilham Bintang mengatakan, ”mana kita tahu dukungan itu, sedangkan pemilihannya selama ini melalui pemungutan suara secara bebas rahasia. Anda boleh tulis kegilaan konsep itu di media pers. Atau di media sosial”.

Namun setelah saya mengirimkan pesan yang beredar dari salah seorang wartawan yang saya kutip sebelumnya, Bang Ilham Bintang menulis begini : ”Nggak ada persyaratan seperti itu. Syarat itu hanya di PWI Korea Utara”. Ha...Ha... (***)

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN